15 Kebiasaan Unik Budaya Jepang Sehari-hari, Sudah Tahu?

Monday, May 07, 2018
Keseharian masyarakat Jepang banyak menarik perhatian dunia.
 Kalau ngomongin tentang masyarakat Jepang, apa sih yang pertama kali terlintas di benak kalian?
Disiplin? Tepat waktu? Unik? 
Nah, di postingan kali ini gue mau cerita tentang 
15 Kebiasaan Unik Orang Jepang Sehari-hari yang gue pernah temukan. 
Kenapa unik? Ya, karena gue nyaris gak pernah menemukan hal-hal itu di manapun 
selain di Negeri Sakura itu.


1. Mencuci dan melipat carton box bekas minuman sebelum membuangnya
Tanda Open pada kemasan Carton Milk Jepang
Source: ikidane-nippon.com
Menurut gue ini kebiasaan baik yang perlu dicontoh sih. Jadi, dulu pernah, pas susu karton habis, gue mau buang ke tempat sampah. Tapi sama Host Mom gue suruh cuci dulu. Kayak cuma dibilas aja sih bagian dalam kemasannya pakai air. Tujuannya, supaya gak timbul bakteri yang bisa menimbulkan bau sampah aja sih. Habis itu, kartonnya dibongkar jadi lembaran gitu. Tujuannya, supaya karton bekas itu nggak dipakai buat kemasan susu lagi sama pihak yang tidak bertanggung jawab. Jadi, kemasannya harus dirusak. Selain itu, biar lebih praktis saat dibawa ke tempat pendaurulangan sampah sekaligus memudahkan petugas pendaurulang sampah itu sendiri. 

Tempat Sampah berisi kemasan Carton Milk
yang sudah dibongkar menjadi lembaran di Sekolah Jepang

Source: pbs.twimg.com

Bahkan pernah, waktu gue diundang ke salah satu SD di Yokohama, gue makan siang bareng sama mereka di satu meja. Gue minum susu karton kemasan yang sama seperti mereka. Waktu habis, gue bingung, kan, mau gue bilas di mana. Eh, salah satu anak SD (waktu itu kelas 6), yang liat gue kebingungan, dengan baiknya ngambil karton susu gue terus dia bongkarin dan dijadiin satu sama punya dia dan teman-teman semeja lainnya. Ya ampun, masih SD loh padahal. Peduli lingkungan banget, gak sih?




2. Memisahkan label, botol, dan tutup botol plastik ke tempat sampah berbeda
Kebiasaan ini pernah gue ceritain di postingan gue sebelumnya, A Day in a Japanese Life . Jujur, dari seluruh proses pembuangan sampah ke tempat sampah di Jepang, ini yang awalnya gue anggep paling ribet. Haha. Lagian, satu botol step nya banyak amat. Tapi memang di satu botol itu, jenis plastiknya beda-beda. Plastik yang lebih tipis, yaitu label minuman nya sendiri bisa dijadikan plastik lembaran saat didaur ulang. Sedangkan, badan botol nya adalah jenis plastik yang bisa dijadikan bijih plastik lagi. Kalau tutup botolnya, kadang suka dibuat kerajinan gitu sama ibu-ibu Jepang.
Recycling in Japan
Nggak usah panik ya kalau nemu tempat sampah di Jepang
banyak banget kayak gini haha.
Source : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/50/Recycling_bins_Japan.jpg

3. Menggunakan sumpit tidak hanya untuk makan, tetapi memasak
Gue selalu kagum sama kemampuan orang Jepang dalam hal persumpitan. Waktu makan, gue pernah kaget banget liat Host Sister gue makan telor ceplok setengah mateng pakai sumpit tapi kuning telurnya nggak pecah di piring. Sugoi! Ternyata ada triknya. Pertama, lo makan putih telurnya sampai habis dengan di slice gitu keliling. Habis itu, lo angkat mangkuk/ piring mendekati mulut. Terus nyumpit telurnya itu agak ke tengah sumpit. Supaya ujung sumpitnya nggak mecahin kuning telor nya. Yaudah kayak disendok tapi dari kanan kiri, jangan dari belakang ke depan. Yum!
Cooking Tamagoyaki using Cooking Chopsticks
Source: https://shizuokagourmet.files.wordpress.com/2008/07/tamagoyaki-recipe-4.jpg
Nah, pas masak. Even buat bolak balik tamagoyaki juga pakai sumpit. Oseng-oseng sumpit. Ngaduk kuah juga sumpit. Kecuali buat tasting kuah ya tetep make sendok wkwk. Cuma, bedanya, sumpit yang buat masak biasanya berbahan kayu dan jauh lebih panjang. Hampir 2x panjang sumpit makan. Kalo kalian ke tenant Ramen, pasti liat mereka pakai sumpit macem ini buat masak mie Ramen nya. Eh, tapi gue bahkan pernah juga ke tenant Takoyaki. Mereka bolak-balik bola Takoyakinya juga make sumpit loh. Semenjak saat itu, gue ketagihan kalo masak sok-sokan make sumpit juga kadang haha.

4. Menyeberang jalan tanpa bersentuhan satu sama lain
Ini kejadian real yang gue alami nyaris setiap hari. Gak peduli sepadat apapun dan se rame apapun kondisi jalan di penyeberangan, lo gak akan pernah tabrakan. Padahal, waktu nyebrang kadang ada yang bawa payung. Bahkan naik sepeda! Sampai sekarang ini masih jadi misteri sih buat gue sendiri. Kalau kalian penasaran, coba deh ke Shibuya Crossing. Di situ ada pesimpangan 5 yang masing-masing untuk 2 arah pejalan kaki. So, kalian bisa ngerasain nyebrang barengan sama orang-orang yang ke 10 arah berbeda. Kalau kalian pas lagi ngafe di sbux nya Shibuya di atasnya Tsutaya, pemandangan orang nyebrang ini jadi unik banget. Macem ngeliat barisan semut gitu wk.

5. Menambahkan irisan buah lemon ke bak mandi
Masalah kecantikan, cewek Jepang gak diragukan lagi lah ya. Mereka sangat memperhatikan banget kecantikan kulit. Di usia berapapun. Jadi pengalaman ini gue rasain waktu Ofuro. Gue kaget kenapa ada yang ngambang-ngambang di bathtub. Eh gataunya ada setengah irisan lemon gitu. Gue tanya ke Host Mom kenapa pakai lemon. Kata Host Mom gue:
"Re-mon wa o hada ni wa yoi wa yo. (Lemon sangat bagus untuk kecantikan kulit)"
Well, selain beras Jepang, Lemon juga dikenal luas di masyarakat Jepang sebagai bahan alami untuk mencerahkan kulit. Makanya, nggak heran di beberapa skin care pun mengandung ekstrak buah lemon. Tapi di Jepang juga ada jenis citrus fruit terkenal lainnya, Yuzu. Kadang buah ini juga yang direndam dalam bathtub.
Yuzu in Japanese Bathtub
Source : https://www.youtube.com/watch?v=6NLe4syTWgQ
6. Mengeluarkan suara "Sluurp" saat makan Ramen
Mungkin, kalau kalian nggak terbiasa, ini bakal terdengar annoying banget di telinga kalian. Apalagi kalo yang makan ramen anak cowok atau bapak-bapak Jepang gitu. Heboh lah pokoknya. Seolah "Seluruh Dunia Harus Tahu Aku sedang Makan Ramen". Sebenarnya, ada filosofi unik dibalik kebiasaan ini. Menurut orang Jepang, jika kita makan dengan bersuara, kita memberi apresiasi kepada yang masak bahwa masakannya enak. Justru, kalau kita makan ramen dengan tidak bersuara dianggap nggak sopan. Karena, dianggap menghina masakannya nggak enak. 


7. Membungkuk saat menyeberang jalan kepada pengendara yang memberi jalan
Ini pernah gue alami pertama waktu gue nyebrang bareng seorang office worker ke arah Kawasaki Sta. Ada mobil yang sengaja berhenti demi mempersilakan kita nyebrang jalan. Dia nyebrang dan ketika sampai di depan mobil itu sedikit membungkuk ala orang Jepang sebentar baru lanjut jalan lagi. Gue yang di belakangnya reflek ngikutin nge bungkuk gitu juga waktu lewat depan mobilnya. Menurut gue itu sopan banget sih. Pernah nggak sih kita berterima kasih sama orang yang memberi kita jalan? Makanya, kadang kalau gue dikasih jalan pun gue kasih tanda dengan klakson pelan sekali. Tapi, nyatanya nggak semua daerah paham sama budaya "berterima kasih" seperti ini. Bukan salah sih, hanya sepertinya menurut gue ada baiknya kita mencontoh adab seperti ini. 
Their sincerity towards people is somewhat beyond this planet.

8. Mengisi To-Do List pada planner book sebelum tidur
Semenjak tinggal di Jepang, gue jadi hobi banget beli To-Do List planner di bookstore. Karena emang lucu-lucu banget gitu. Kreatif banget lah orang Jepang masalah dunia stationary gue akui. Sebenarnya tuntutan juga. Karena, gue punya jadwal yang cukup padat antara kegiatan sekolah dan kegiatan wajib serta sosial nya AFS. Jadi, mau gak mau daripada segala urusan berantakan, gue kudu punya planner. Gue pribadi emang hobi nulis diary juga sih dari kecil. Jadi ga masalah. Tapi To-Do List planner kan bukan cuma notes. Tapi bahkan sampai ada yang jadi satu sama financial control gitu. Gue beli juga yang tujuannya controlling my cash flow. Dengan planner ini, jujur aja gue merasa jadwal gue lebih tertata dan hidup lebih teratur. Sebenarnya, bisa sih pakai digital. Tapi entah kenapa, gue tetap suka planning dengan cara konvensional begini. Kadang, di bagian weekly planner nya, gue tempel tiket wisata atau purikura gitu. Jadi kayak diary juga jatohnya hehe.
Japanese To Do List Planner Book
Source: filofaxlove.wordpress.com
9. Minum sake saat musim dingin
Ini jujur aja unik sih buat gue. Walaupun gue nggak mengalaminya sendiri. Jadi waktu itu gue iseng nanya sama Homeroom Teacher (Wali Kelas) gue. 
"Sensei, doushite o sake ga suki desu ka? (Sensei, kenapa suka minum sake?)"
"Karada ni attakai kara. (Karena hangat di tubuh)"
Jadi, Sensei gue cerita kalau dengan minum sake saat musim dingin, bisa membantu menghangatkan tubuh. Sebenarnya, banyak orang Jepang yang nggak suka sama sake sih. Karena, rasanya pahit banget katanya. Tapi, khusus saat musim dingin, terkadang mereka maksain minum biarpun dikit supaya merasa lebih hangat dalam tubuhnya. 
Japanese Sake
Source: japaninfoswap.com
10. Menggunakan sarung tangan karet saat mencuci piring
Higienis abis parah kebangetan! Gue kaget waktu liat Host Mother gue tumbenan nggak pakai dishwasher untuk cuci piring. Nah, sekalinya cuci di wastafel udah kayak mau perang membasmi rabies aja. Segala pakai sarung tangan yang agak longgar, tebal dan panjangnya nyaris se siku. Katanya mah biar gak licin dan gak kotor gitu. 
Washing Dishes using Rubber Gloves
Source: reference.com
11. Mengucapkan "Otsukaresama deshita!" setelah selesai beraktifitas bersama
Kata "Otsukaresama deshita" bentuk lampau dari Otsukaresama desu. Kata aslinya sebenarnya hanya Otsukare. Tapi Otsukaresama lebih sopan. Ditambah suffix "desu" apalagi jadi lampau lebih sopan. Itu yang lumrah diyakini sih. Walaupun menurut Sensei gue, bentuk present justru lebih sopan daripada past. Tapi, ya kebiasaan sekali lagi. Gue tetap pakai bentuk lampau. Terutama ke Senpai atau Sensei. Nah, kalo sama teman sebaya atau Koohai gitu mah cukup "Otsukare!" aja soalnya terdengar lebih akrab. 

Gue pernah ditanya "Ichiban suki na Nihonggo kotoba wa? (Apa Bahasa Jepang favorit mu?)" di sekolah. Kata temen gue ini untuk rubrik mading sekolah di profil Ryuugakusei (Exchange Student; Pelajar Asing). 
Gue jawab "Otsukaresama deshita"
Ditanya kan "Nande? (Kenapa?)" 
Jujur aja, setelah lelah beraktifitas, latihan Kyuudo misalnya. Siapa yang peduli sih gue capek? Siapa yang peduli sih gue lelah? Padahal gue latihan juga bukan untuk lomba. Nggak ada ngaruhnya sama anggota inti. Tapi tetap diucapin begitu. Gue merasa semangat untuk tetap lanjut di Bukatsu sampai akhir masa pertukaran pelajar gue di sekolah itu. Gue nggak pernah menemukan bentuk apresiasi ini sebelumnya di negara manapun. Hanya di Jepang. Menurut gue kata "Otsukare!" punya makna yang dalam. Lo gak akan pernah tau betapa dengan simpelnya lo mengucapkan kata ini kepada seseorang, sedikit banyak lo telah memberi suntikan semangat lagi ke orang itu. 

12. Melepas alas kaki dan berjalan mundur ketika akan memasuki ruangan
Cara orang Jepang masuk ke rumah menurut gue lucu. Jalannya mundur gitu. Jadinya ujung alas kaki kita menghadap ke luar. Bukan ke dalam rumah. Gue pernah dimarahin gegara ujung sepatu gue ke arah dalam rumah. Sebenarnya kalo logika nya aja sih, itu memudahkan kita kalau mau keluar lagi. Kita langsung bisa pakai alas kaki dengan lebih cepat kan. Tapi kalau secara budaya kepercayaan masyarakat Jepang sendiri, menaruh alas kaki menghadap ke dalam rumah itu kurang baik bagi kondisi rumah itu sendiri. Bisa terkait keberuntungan atau kesehatan. 

13. Menyelamatkan diri di bawah meja saat gempa
Waktu pertama kali gue ngerasain gempa Jepang, gue aneh aja. Kok gue malah seneng ya. Host Family gue heran juga kan. 
"Bibi, jishin kowakunai? (Bibi, nggak takut gempa?)"
"Iie, Nihon no hatsu jishin yatto keiken shiteiru kara. (Enggak, akhirnya aku bisa ngerasain Gempa Jepang ku yang pertama)"
Ngakak dong itu di ruang tengah lagi gempa. Gempa nya mah pelan sih dan cuma beberapa detik.
Tapi, gue sempet nanya kan kok pada gak turun keluar (rumah HF gue di apartemen lantai 13)? Soalnya, waktu di Indonesia, pas gempa gitu kita semua lari keluar rumah atau gedung kan. Kata Host Sister gue, earthquake drill di Jepang itu berlindung di bawah meja. Kalau keluar justru bahaya. Bisa kejatuhan pohon atau benda lain yang lebih besar.
Japanese School Earthquake Drill
Source: jpninfo.com
Lagian, secara konstruksi, bangunan-bangunan di Jepang di desain untuk bisa tahan gempa. Strukturnya bukan yang kaku gitu tapi yang fleksibel. Jadi, kalau gempa, bangunan ngikutin arah gempanya. Soalnya, kalau struktur kaku, justru yang bikin bangunan itu melawan gempa akhirnya roboh. Pengalaman ini berguna juga akhirnya di kuliah gue. Terutama waktu di Sistem Struktur maupun Mekanika Teknik haha. Padahal drill ini ada sih di Safety Guide Book for Earthquake nya AFS Jepang haha. Ketawan deh gak gue baca. 

14. Memasang alarm pada Ofuro
Asli ini kawaii banget. Macem "Ofuro nya udah siap loh. Mandi yuk!" wkwkwk
Jadi kalo di bathtub Jepang yang super canggih itu, dia kan ada pengatur suhu nya. Biasanya untuk Ofuro sekitar 38-40 derajat Celcius. Nah, kalau udah dipanasin sampai suhu ini, kita diingetin sama alarm nya. Se rumah denger lah pokoknya. Lucu gitu ya ampun, mau mandi aja ada yang ngingetin gitu yaa haha. Seketika gue berasa hidup di masa depan. 

15. Mendengarkan musik sambil membaca buku atau tidur saat di kereta
Jenis pemandangan lumrah yang bakal lo di temui di kendaraan umum Jepang. Entah bus, kereta listrik, subway. Pasti banyak banget orang yang tidur, baca buku, sambil atau hanya mendengarkan musik pakai headset. Tapi yang unik dari cara mereka baca buku adalah. Biasanya, bukunya disampul coklat gitu (ini suka ditawarin sih di toko buku mau disampulin apa enggak. Gratis). Kadang kalau niat juga beli cover buku gitu. Banyak juga dijual di bookstore atau stationaries store macem Maruzen, Loft, dsb. 

Gue heran, pas kereta atau bus jalan gitu nggak pusing ya mereka baca buku. Tapi gue jadi ikut-ikutan kan soalnya kerena aja gitu. Tapi kadang kalo gue lagi ujian Bahasa Inggris, which is, jadinya kebalik buat gue malah jadi ujian Kanji dan Bahasa Jepang, gue ngapalin dengerin lagu, berdiri. Yah, lagian karena sekolah gue ga pake seragam, gue mau menegaskan aja status gue adalah "Jyoushi Kousei", siswi SMA. Ya, gue gamau dianggep aneh-aneh lah ya. Apalagi waktu itu konflik tentang muslim di Timur Tengah juga rame jadi headline. Mana gue make jilbab kan. 

Uniknya lagi, kalo tidur, kadang mereka tuh segitu nggak aware nya sama barang bawaan mereka. Gue pernah sebelahan sama orang. Dia tidur dengan kondisi tasnya terbuka lebar banget ditaro di antara dua kaki di lantai kereta. Istilah kata, kalau gue dirasukin setan, itu dompet dia gue ngambilnya gak pake silet dulu. Satu detik juga keambil. Jepang memang termasuk aman dari pickpockets sih. Walaupun bukan berarti nggak ada. Makanya, kalau mereka jalan-jalan ke luar negeri pasti gampang kehilangan. Soalnya, dah kebiasaan teledor di negaranya saking amannya. 
Sleeping Japanese in Commuter Train
Source : pinterest.com

No comments:

Holla! Thanks for reading my post. Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan terkait konten. Komen spam, annonymous, maupun berisi link hidup akan dihapus. Centang "Notify Me" agar kalian tahu kalau komennya sudah dibalas, yaa!

Bintang Mahayana (c) 2018. Powered by Blogger.