FAQ About Japan Part II
Ohisashiburi!
Long time no
see. Maaf baru post Part II nya sekarang.
Karena ada
tuntutan sidang Tugas Akhir haha
Okay, skip
the wishy-washy part.
Tokyo Sky Tree + Tokyo Tower from Roppongi Hills
Source: Dok Pribadi, Summer 2012
Di postingan
lanjutan ini, gue akan tetap posting FAQ about Japan yang
konten nya lebih general. Mulai dari kehidupan orang Jepang itu sendiri sampai
ke pertanyaan-pertanyaan nyeleneh yang biasa ditanyain sama temen-temen gue.
Hahaha kochira e :
Ohisashiburi!
Long time no
see. Maaf baru post Part II nya sekarang.
Karena ada
tuntutan sidang Tugas Akhir haha
Okay, skip
the wishy-washy part.
Tokyo Sky Tree + Tokyo Tower from Roppongi Hills
Source: Dok Pribadi, Summer 2012
Di postingan
lanjutan ini, gue akan tetap posting FAQ about Japan yang
konten nya lebih general. Mulai dari kehidupan orang Jepang itu sendiri sampai
ke pertanyaan-pertanyaan nyeleneh yang biasa ditanyain sama temen-temen gue.
Hahaha kochira e :
Tokyo Sky Tree + Tokyo Tower from Roppongi Hills Source: Dok Pribadi, Summer 2012 |
Q : Eh Tang,
orang Jepang itu disiplin banget ya, tepat waktu gitu. Kok bisa ya?
A : Jujur, ini
pertanyaan favorit gue tiap ada yang nanya tentang kehidupan di Jepang. Well,
selama di Jepang gue emang tertuntut untuk jadi orang yang punctual. Padahal
gue di Indo mah telatan parah. Secara gue bener-bener mageran parah, akut! Mereka
sangat menghargai waktu. Buat mereka, waktu itu adalah elemen yang gak bisa
dibeli. Seberharga itu karena kita gak akan pernah bisa kembali ketika kita
sudah kehilangannya. (please jangan baper, maksud gue bukan ke sono). Telat -
adalah hal yang memalukan bagi orang Jepang. Soalnya, telat menunjukkan bahwa
kalian tidak menghargai waktu, tidak menghargai orang lain yang kalian ajak
bertemu, dan tidak bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
Gue pernah janjian
nih sama temen summer camp gue. Kita mau jalan-jalan, machiawase (meeting
point and time) nya di Yokohama Sta. Gue sih abis kelas Bahasa Jepang dari AFS
deket stasiun. Bener-bener deket banget paling cuma 100 meter an jalan kaki.
So, gue muter-muter aja window-shopping di stasiun secara gue kelar kelas 30
menit sebelum machiawase. So, I texted her bahwa gue dah di stasiun. Pas ketemu
depan North Exit, temen gue lari-lari dengan muka agak panik gitu. Terus dia
bilang "Bibi-chaaan gomen. Gomenasai". Lah gue kan bingung ya. Ini
anak kenapa? terus akhirnya dia minta maaf karena terlambat 2 menit.
Serius! 2 MENIT! Gue bilang kan kalo itu namanya mah gak telat
neng. Tetep aja dia minta maaf karena gak ngabarin dulu sebelumnya. Gue
langsung kayak Subhanallaaaaah! Jadi, sebenernya bukan berarti lo ga boleh
banget sih telat sama sekali. Tapi, prior time, lo kudu ngabarin orang itu
kalau lo bakal telat dan alasannya kenapa. Sehingga, orang itu gak kaget atau
seenggaknya udah prepare lah kalopun harus nunggu ketelatan lo sekian
menit.
Q : Orang Jepang
itu agamanya apa sih? Emangnya bener kalo mereka nyembah matahari?
A : Maha Sesat lah
moyang Indonesia yang menyebarkan faham bahwa orang Jepang nyembah matahari.
OMG! Fitnah, cuy! Jadi gini, gue jelasin dulu ya mengenai perbedaan pandangan
orang Indonesia dan orang Jepang terhadap Religion. Bagi kita,
orang Indonesia, jelas banget dalam konstitusi (hazek bahasa gue) itu kita
WAJIB fardhu 'ain milih salah satu dari registered religion yang diakui negara,
ya kan? Kalo enggak, maka kita tidak berhak menyandang status sebagai WNI
(Warga Negara Indonesia).
Prosesi di dalam Shrine. Kata Otoosan sih ini semacam pemberkatan gitu. Gue juga ga terlalu paham. Source : Dok Pribadi, Summer 2012 |
Nah, sedangkan di Jepang, budaya sama agama itu dianggap satu kesatuan. Agama datang dari nenek moyang mereka terdahulu dan dianggap sebagai tradisi. Mereka percaya adanya Tuhan, tapi gak menyembah Tuhan "tertentu". Kalau matahari, itu kebiasaan mereka setiap Tahun Baru Masehi 1 Januari setiap tahunnya, mereka akan bangun pagi-pagi buta dan pergi ke tempat yang lebih tinggi, kayak perbukitan gitu untuk menyaksikan matahari terbit pertama yang terbit di cakrawala. Secara, Jepang adalah negara yang paling Timur.
Q: Apakah selama di Jepang lo ga dikucilkan? Kan lo sebagai orang Islam yang berhijab pasti menyita perhatian banget dong di sana?
Q: Apakah selama di Jepang lo ga dikucilkan? Kan lo sebagai orang Islam yang berhijab pasti menyita perhatian banget dong di sana?
A : Well, 50 : 50.
Gue mulai dari cerita baiknya dulu ya. Waktu itu pas pelajaran Gendai
Shakai semacam pelajaran sosial gitu lah. Isinya kebetulan lagi
mempelajari tentang agama-agama di dunia. Mulai dari Jewish sampai terakhir
Islam. Bayangin, di LKS gue ada dong kalimat syahadat yang ditranslate dalam
huruf Katakana. Gue tercengang aja sih terharu di sekolah gue mempelajari sampe
segitunya. Kemudian gue disuruh baca sampe diulang 3 kali. Terus temen-temen
gue semua sambil ngeliatin bacaan katakananya, dengerin. Sampai beberapa gue
denger "Muhammad, katanya Muhammad" "Allah juga ada" Sampai
akhirnya ada yang nanya ke gue "Bintang, Muhammad itu siapa sih? Anaknya
Tuhan Allah?" Gue bingung dong ini mau gue jelasin gue ga yakin mereka
paham ugha. tapi ga dijelasin juga tar salah paham. Serba salah gue cuma bilang
"Prophet - orang yang dimuliakan dalam agama Islam, karena menyempurnakan
ajaran sebelum-sebelumnya." Gausah tanya gimana gue bisa jawab begitu
dalam Bahasa Jepang. Belibet lah pokoknya segala bahasa isyarat haha.
Tapiiii, pas jam
pergantian mata pelajaran, tetiba ada anak cowok yang nyeletuk "Agama yang
aneh". Gue sebagai si entj yang spontan, gue liatin dong tuh bocah dari
ujung kaki ampe ujung kepala. Gue gada bales apapun, eh dia yang ke gap
akhirnya cuma Ojigi (nunduk) aja ke gue. Yelah si koplak abg Jepang labil batin
gue.
Tambahan, justru
karena gue berjilbab gue berasa artis dong di kalangan cewek-cewek. Abisan
hijab gue warna-warni tiap hari ganti. Ya, buat mereka itu ya fashion. Menarik
aja buat mereka bisa mix and match kayak punya "rambut palsu" berbeda
setiap hari. Tergantung baju nya apa. Sampe pernah ada ibu-ibu yang sering
ketemu di halte bus Stasiun Higashi Totsuka. Gue rasa beliau udah penasaran
dari lama sampai akhirnya beliau memberanikan diri untuk menepuk pundak gue dan
bertanya.
"Sorry, warna
ini (tosca) apakah ada artinya?"
"Tidak, saya pakai warna yang saya suka saja"
"Tidak, saya pakai warna yang saya suka saja"
Sering banget
setiap kita ketemu akhirnya duduk sebelahan. Beliau ga pernah tau siapa nama
gue. Hanya tau asal gue dari negara Indonesia. Beliau sering cerita tentang
anak nya, anjingnya, macem-macem lah pokoknya. Berlanjut terus sampai H-3
kepulangan gue. Akhirnya gue pamit.
"Okaasan, 3
hari lagi saya pulang ke Indonesia melanjutkan sekolah saya. Program saya di
sini sudah berakhir. Terima kasih sudah baik sama saya. Saya harap suatu saat
kita bisa berjumpa lagi."
"Hati-hati
yaa. Terima kasih sudah mau datang dan belajar di Jepang. Jangan lupakan
persahabatan Jepang dan Indonesia dalam hatimu. Yokohama akan selalu terbuka
kapanpun kamu kembali."
Kemudian beliau
turun duluan. Mata gue langsung berkaca-kaca dong. Udah macem adegan film
dorama-dorama Jepang gitu langsung liat ke jendela wkwk.
Q : Cowok-cowok
Jepang ganteng-ganteng ya Tang? Lo pernah jadian gak di sana?
A : wanjay lah kalo
dibilang ganteng sih relatif. Cuma gue kadang suka gemes aja ama muka-muka yang
tokoh anime abis. Masa ada loh yang mirip Shinichi Kudo. Rambutnya mah beda
cuma kalo mata bibir gt wanjay anime abis. Secara gue fans berat nya Detective
Conan (di Jepang namanya Meitantei Conan). Sampe pernah ada cowok kelas
sebelah. Hari pertama banget gue masuk sekolah. Opening Ceremony tahun ajaran
baru kan.
Kita dikumpulin di hall yang sekalius lapangan basket indoor. Tetiba
dia sok-sok an nabrak gue dong coy. Rese gasih? Sakit banget gue nyaris
terjengkang. Untungnya keseimbangan badan gue lumayan bagus ya. Kalo gak malu
banget tar di majalah sekolah ada headline "Seorang Ryuugakusei (exchange
student) Terjengkang di Lapangan Basket saat Opening Ceremony". Tapi emang
dia terkenal caper sih jadi gue yodah bodo amat gitu. Padahal dia cuma mau
bilang "Hallo!" ekstrem amat coy caranya :(
Suatu hari gue juga
pernah ada kejadian pas piket. Gue ditinggal piket kelas yang ukurannya 6 x 6
meter sendirian! Pengen berkata kasar rasanya. Tapi tiba-tiba ada temen sekelas
gue nyamperin.
"Bibiii kamu
kenapa piket sendirian? Maaf aku telat abis latihan basket. Mendadak"
"Loh, katanya
si anu ada kumpul Basket? Dia ijin gak piket ke aku. Yang lainnya aku gak tau
ke mana"
"Kumpul?
Enggak. Kamu sudah bersihin sampe mana?"
"Setengah
kelas sudah."
"Oh ya? Cepat
juga ya."
"...."
(masih gondok)
"Yasudah, sini
biar aku yang lanjutin aja. Kamu pulang aja gpp. Udah sore."
"Hmmm yaudah duluan."
"Bibiii"
"Ya?"
"Arigatou."
"Hmmm yaudah duluan."
"Bibiii"
"Ya?"
"Arigatou."
DEG! Anime! Anime!
Gue berasa tokoh anime detik itu juga. Udah tapi gue cuma nunduk dikit, senyum,
balik. Dalem hati, daritadi kek tong pegel gue nyapu, ngapusin papan tulis
dobel, buang sampah, dsb. Udah ngalah-ngalahin janitor mall.
Q : Biaya hidup
di Jepang mahal ya?
A : Well, gue di
sana hidup dalam naungan beasiswa sih. Tinggal bersama Host Family yang
men-support tempat tinggal dan meals juga. AFS juga meng-cover transport untuk ke
sekolah dan pulang ke rumah. Sama kalau ada acara-acara AFS. Other than that,
gue tanggung sendiri. Tapi, beruntung gue tinggal di Kanto Region (Eastern
Japan) karena di sini emang metropolitannya Jepang banget. Sehingga, gue
benar-benar merasakan biaya hidup Jepang yang tinggi. Wajar sih, pendapatan
mereka juga tinggi. Gue pernah kepo ke guru gue dong. Gaji nya kalo dirupiahin
minimal 20 jt. Sebanding sih sama biaya hidup Yokohama. Well, Yokohama kota
besar secara dia ibukota nya Kanagawa Prefecture. Tapi a lil less expensive
dibanding Tokyo sih. Gue pernah diajak Open Campus nya Todai - Tokyo Daigaku
(The University of Tokyo) sama Host Family, baliknya makan udon. Gue penasaran
kan tempatnya depan Akamon tuh, kedai mahasiswa abis lah ya. Ebuset menu yang
paling murmernya 800 yen an (sekitar 90rb an kurs saat ini). Emih coy eeeemiiih.
MIE doang 90 rebay. Gue gak bohong.
Q : Orang Jepang
pinter-pinter semua ya Tang? Kok bisa sih?
A : Well, indikator
"pinter" yang lo maksud di sini apa? Kalo pinter eksakta gue bisa
bilang yang bodo banyak. Sering gue nemuin temen gue pas jam pelajaran malah
baca Manga di dalam buku pelajaran. Tidur saat kelas. Tapi nyaris gak ada yang
nyontek. Kayak, nilai jelek yaudah emang salah gue. Fair. Tapi yang gue inget,
semua orang Jepang, siswa-siswa nya sangat suka olahraga. Pasti ada satu jenis
olahraga permainan yang mereka jago. Apapun itu. Gue merasa paling bodo
olahraga sih haha. Mentok2 nya panahan, basket, badminton. Tapi, gegara
pelajaran olahraga gue jadi bisa softball, tennis, handball, bahkan judo. Haha
serius gue ga nyangka gue bisa banting orang segampang itu. Gue masih inget
suara "gasping" temen-temen gue saat itu. Gue ga merasa wow sih. Cuma
karena gue orang asing kali ya. Notabene nya gue gada pengalaman judo samsek.
Gue cuma cerita pernah ikut karate tapi ga lanjut setelah setahun an. Tapi mereka
bukan tipe yang pelit ilmu. Suka banget kalo suruh ngajarin orang. Bener-bener
lo didampingin sampe bisa.
Q : Lo makannya di sana gimana, Tang? Nyari yang Ha
lal susah nggak? Pernah kemakan b2 (pork) atau keminum alkohol?
lal susah nggak? Pernah kemakan b2 (pork) atau keminum alkohol?
A : wakakakak demi
b2 itu enak (astaghfirullah). Gue pernah (lagi-lagi istighfar) ga sengaja
kemakan di obento. Pas itu gue gatau lagi dari mana gitu, pas jam makan siang
laper kan. Eh, nemu supermarket. Tau dong, kalo di supermarket gitu jenis
obento nya pasti lebih bejibun daripada di konbini (convenience store). Ya gue
awalnya udah liat oh ini ayam (padahal biar ayam juga ga disembelih secara
Islam gabole juga sebenernya L ) Tapi dasaran jaman gue SMA kan gue mah
ga ambil ribet. Banyak ambil shortcut yang penting bukan b2 aja. Tapi karena
gue tamak, pen cari daging ayam yang gedean dikit biar kenyang, jadi yah...
Awalnya gue makan
dengan santai aja kan di taman. Damai bet dah sambil liat pohon sakura, makan
siang :) Tapi, heran gue ini daging ayam enak banget dah. Kan bentuknya kayak
karaage gitu ya, asumsi gue ini chicken karaage pasti tepungnya ada ingredient
tertentu yang bikin enak. Gue balik dong bungkusnya. Ehhhh bener kan, abnormal
ini daging ayam! Gataunya gue menemukan kanji 豚肉 (buta niku = pork). Kanji 豚 (buta) sendiri artinya b2.
Gue kaget ampe keselek. Merasa berdosa, tapi beruntung juga pernah nyoba wkwk.
Yah, memang yang ena suka haram gaes.
Q: Enakan tinggal di Indonesia atau di Jepang sih?
A : Well, Indonesia
sama Jepang itu dua negara berbeda yang menurut gue punya “plus” dan “minus”
nya masing-masing. Tergantung dari konteks apa juga kita melihatnya. Kalau
pengen banget hidup disiplin, semua serba tepat waktu, praktis, efisien, cepat,
gue jelas milih tinggal di Jepang. Teknologi nya udah advance banget sampai ke
petty business macem flush toilet ama tempat sampah. Lo pernah kebayang ga sih,
jaman gue 2012 di sana pertama kalinya gue nemu tong sampah dalam bilik toilet
yang bukanya pake sensor tangan. Yampun, saking pengen higienis nya, biar lo ga
perlu bersentuhan ama tong sampah. I mean
not even your shoes! Sampai ke hal-hal spesifik macem teknologi alat-alat
dapur tuh buset canggih banget. Kayaknya nyaris semua rumah di Jepang kalo cuci
piring pake dishwasher deh. Bener-bener surga buat ibu-ibu mager. Tapi lebih
kepada efektifitas waktu sih. Kan, orang-orang Jepang pada umumnya ga punya
asisten rumah tangga lah. Host mom gue pun super sibuk. Pagi, bangun, nyiapin
sarapan, cuci jemur, setrika, berangkat ke acara pertemuan orang tua di
sekolah, pulang, belanja ke supermarket, masak, beberes, tidur, repeat. Jadi,
jangan heran kalau gaya hidup orang-orang Jepang pada umumnya terkesan seperti
robot, saking teraturnya. Semacam udah diprogram gitu lah liatnya. Makanya,
planner book di toko buku tuh laku keras. Mereka semua punya jadwal minimal
seminggu ke depan untuk To Do List gitu.
Nah, tapi kalau pengen
hidup yang lebih fleksibel dan banyak permisif nya gue milih di Indonesia
pastinya. Balik ke cerita temen gue tadi. Dua menit terlambat kan gak
manusiawi, ya di negara kita? Excuse sih mungkin, tapi orang Indonesia kan maha
percaya atas segala impromptu occasion yang bisa terjadi kapanpun. Lagian
secara jumlah penduduk, kita juga setiap hari nya berjuang melawan macet. Di
Jepang, Tokyo specifically, rame juga. Tapi rame nya orang jalan kaki. Duh, itu
kalo liat Shibuya crossing ampe 5 jalur 2 arah gitu liatnya bagus banget dari
jendela kaca high-rise building pas lampu hijau mereka jalan tanpa tabrakan/
sentuhan sedikit pun. Padahal kadang ada yang bawa payung. Naik sepeda bahkan!
Nah, kalo di Indonesia (Jakarta specifically) coba liat kalo jam pulang kerja
sekitar jam 4 sore-7 malem daerah Jakpus Sudirman misalnya. Kalo liat dari
jembatan Halte Busway Tosari, indah sih lampu-lampu mobil bejejer gitu. Satu
sisi kuning semua (bagian depan mobil), satu sisi merah semua (bagian belakang
mobil). Tapi di satu sisi kesian juga yak. Pasrah aja udah yang di mobil.
Apalagi yang bawa manual. Nangis nangis dah nginjek kopling nya. Tapi buat
sebagian orang yang udah terbiasa, ketika mereka tinggal di luar negeri,
hal-hal “minus” seperti itu justru yang ngangenin. Lo gak akan pernah bosen
tinggal di Indonesia saking setiap hari lo punya jalan cerita yang beda. Beda
jalur pulang, beda bus, beda jam pulang aja ceritanya beda. Lo balik jam 8 an
ke atas yaudah mayan lempeng aja kan? Tapi lain cerita kalau setengah jam
sebelumnya, lo pasti sepaneng berasa tua di jalan. Kebelet, laper, haus, kadang
cuma bisa pasrah. Kalo laper atau haus, banyak pedangan asongan yang bisa lewat
kadang. Kalo di luar negeri? Kan, lo kudu ke pinggir jalan dulu. Mana bukan
dilayani. Tapi lo melayani diri lo sendiri dengan jajan di vending machine.
Satu lagi, yang
menurut gue paling penting adalah atmosfer religius yang kental. Mau gue
tinggal di negara Islam lainnya juga, gue rasa gue gak akan sebetah di
Indonesia. Beda negara bisa beda mazhab kan? Bukan harusnya jadi persoalan sih.
Cuma namanya juga dah kebiasaan dengan “budaya Islam” nya Indonesia, ya males
kan suruh adaptasi lagi. Kadang kangen aja gitu pas di Jepang, suara adzan nya cuma
dari app. Saking masjid kan jarang dan di Yokohama sendiri letaknya jauh dari
rumah Host Family gue. Di Indonesia, kita mungkin suka nunda-nunda solat
padahal dah denger adzan. Tapi, begitu di Jepang, kadang kita ketunda beneran
saking misal app nya error atau hp kita abis baterai. Sedihnya lagi, ada
beberapa kegiatan seperti sekolah di mana gue gak diijinkan keluar kelas saat
jam pelajaran. Jam istirahat, belom masuk waktu dzuhur. Kelar, baru dah masuk
waktu. Alhasil, gue terpaksa qashar Ashar ama Dzuhur sepulang sekolah dah. Gue
mikirnya cuma satu, dibolehin solat di sekolahan aja gue udah bersyukur banget.
Bayangin kalau gue dilarang beribadah di sana? Kayak apa hidup gue setahun?
Bisa-bisa gue memilih untuk early return kali dah daripada maaf, gue menjadi
kafir demi mematuhi aturan yang dibuat oleh manusia di atas mematuhi aturan
Tuhan gue sendiri.
Intinya, gue mau
menegaskan bahwa nggak ada negara yang lebih baik dari negara yang lainnya
dalam konteks budaya. Budaya itu kekayaan tak ternilai yang diwariskan
orang-orang terdahuku di negeri kita. Seperti salah satu slogan nya AFS
“There’s nothing good, nothing bad. It’s just different.”
Benar, hanya berbeda. Berbeda cara
kita menjalaninya karena berbeda pula ideologi yang kita anut. So, nggak perlu dibandingkan juga enakan tinggal di Indonesia atau di Jepang. Apalagi membandingan budaya mana yang lebih baik atau lebih kaya :)
No comments:
Holla! Thanks for reading my post. Silakan tinggalkan komentar atau pertanyaan terkait konten. Komen spam, annonymous, maupun berisi link hidup akan dihapus. Centang "Notify Me" agar kalian tahu kalau komennya sudah dibalas, yaa!